Malam ini aku masih menikmati malam yang begitu indah menatap
bintang-bintang yang bertaburan di langit, angin kumbang pun terasa
dingin mendesir menggugah pori-poriku. Namun, semua itu bertolak
belakang dengan apa yang ku rasakan saat ini. Langit-langit hitam itu
membuatku terbayang akan seseorang yang dulu pernah hinggap di hatiku,
mengisi hari-hariku dan mewarnai hati yang sunyi ini menjadi pelangi.
Merry Asmara itulah nama yang pernah terukir di hatiku yang kian
perlahan menjauh dan memudar. Tapi semua itu sudah tinggal kenangan.
Iya, hari esok adalah hari perpisahan untuk mengukir kenangan
terakhir di masa SMP-ku. Dan hari esok adalah awal dari cerita untuk
mengisi cerita baru di akhir sapa teman-temanku.
“Dimas sudah malam, tidur nak. Besok kan harus sekolah,” Seru ibu dari dalam rumah menggugah lamunanku.
“Iya Bu,” Sahutku.
Aku pun bangkit dari tatapan langit yang begitu dingin disergap angin
kumbang, dan masuk ke kamar membaringkan sekujur tubuhku seraya menutup
mata untuk menyambut mimpi-mimpi malam. Keesokan harinya aku pun
memulai hari ini dengan membuka jendela yang mulai ditembus cahaya dari
kaca-kaca yang bening dengan sedikit bercak di setiap sudutnya. Mentari
pagi sangat mendukung acara perpisahan SMP-ku.
Aku bergegas mandi dan berdandan memakai batik yang sudah ditetapkan
perkelasnya. Batik yang ku kenakan berwarna putih dengan corak mega
mendung dan bunga-bunga yang berwarna merah melengkung di kainnya.
Setelah itu, aku sarapan pagi terlebih dahulu agar tidak lemas di
pertengahan acara. Hmm, sarapan pagi ini sungguh tidak bisa ku nikmati,
rasanya aku tidak ingin hari ini terjejali. Sangat tidak ku inginkan
adanya acara perpisahan.
Usai sarapan aku mengeluarkan motorku dan mulai memanaskan mesinnya.
Lalu, beberapa menit kemudian aku pamitan ke ibu dan bapakku. Setelah
itu, aku melaju menuju tempat seperti biasa di mana sohib-sohibku
berkumpul. Arrgh, sesampainya di sana ternyata mereka belum berangkat.
Kayaknya aku harus menunggu. Aku pun menunggu mereka dengan tingkat
kesabaran level tinggi. Soalnya mereka kalau belum pada kumpul, biasanya
sibuk berak di WC. Jadi, aku harus tetap menunggu sohib-sohibku.
Terlihat dari seberang jalan Ferdi sedang berjalan.
“Nah, itu dia. Ke luar juga batangnya,” Kataku dalam diam.
Ferdi selalu berangkat sekolah denganku, karena dia selalu berangkat
jalan kaki. Dia juga sohibku yang selalu ada di sampingku dari suka
maupun duka. Walaupun kadang tingkah lakunya aneh, tapi setidaknya dia
yang selalu mengiburku, dia yang selalu membuatku tertawa lepas. Di
samping Ferdi sedang berjalan, Bahari pun menyusul dari belakang sembari
membawa motor jagurnya. Sekarang semuanya sudah berkumpul, aku pun
menyalakan motorku dan melaju menuju sekolah.
Sesampainya di sekolah ternyata siswa-siswi sudah siap dan berbaris
di pinggir musala. Aku dan sohibku menyusul mengisi barisan kosong yang
sudah tertata di setiap kelasnya untuk menuju lapangan yang dipenuhi
kursi-kursi. Akan tetapi ada yang kurang dengan pandanganku. Soalnya
pagi ini aku belum melihat Merry. Sepertinya dia datang terlambat. Upss,
kenapa aku mikirin dia ya? Sebenarnya nama dia selalu ada di hatiku dan
terukir permanen. Entah namanya bisa dihapus atau nggak? Harusnya aku
tidak memutuskkan Merry, tapi waktu itu keluargaku sedang diambang
kehancuran. Jadi, aku tidak berkomunikasi dengan Merry sampai seminggu
lebih, karena saat itu aku benar-benar depresi, pikiranku stres. Jadi,
aku tidak kepikiran dia.
Sampai-sampai dia menghubungiku dan menanyakan sesuatu tentang kenapa
aku tidak mengontek dia. Aku pun menjawab dengan jujur tentang
permasalahanku dengan kondisi keluarga yang kritis. Akan tetapi saat itu
aku sangat tidak enak dengan Merry, aku khilaf. Hubunganku dengan Merry
jadi tidak nyaman lagi. Jadi, berhubung semuanya sudah jelas, tiga hari
sebelum acara perpisahan, aku memutuskan Merry. Karena aku tidak ingin
menyakiti dia lebih dalam lagi. Walaupun aku tidak rela melepaskan dia
dari pelukan cintaku, karena sebenarnya aku memutuskan dia karena
keadaan keluargaku. Jadi, apa boleh buat? Toh jodoh sih enggak ke
mana-mana, aku percaya itu.
Acara pun sudah dimulai, siswa-siswi duduk sesuai dengan kursi per
kelasnya. Sungguh acaranya sangat meriah, penampilan pertama yaitu
tarian adat yang diiringi dengan musik dari marching band. Dilanjut
dengan penampilan-penampilan dari setiap siswa-siswinya. Ada yang
menampilkan dangdut sambil bergoyang bareng. Ada juga yang menampilkan
band yang akan diisi oleh sohibku Ferdi dengan personil lainnya. Melihat
mereka menampilankan pentas seninya, aku jadi ingin menampilkan sesuatu
yang berkaitan dengan suasana hatiku sekarang.
“Dim, kamu nggak tampil?” Tanya Evi teman cewek yang sekelas denganku.
“Nggak. Kan aku baru bias main gitar,” Jawabku tersenyum kecut.
Andaikan saja aku bisa bermain musik, pasti aku akan tampil di acara
ini. Tapi berhubung aku baru belajar gitar, jadi aku enggak bisa tampil.
Dilanjut dengan penampilan terakhir dari team paduan suara yang
menampilkan lagu perpisahan sahabat dan ucapan terima kasih kepada
guru-guru. Ketika itu, aku bengong mendengarkan setiap lliriknya.
Sungguh liriknya sangat merana. Seketika aku memperhatikan
penampilannya, aku melihat Merry sedang berdiri diapit oleh beberapa
rekannya. Dia juga ikutan bernyanyi, aku pun memperhatikan dia. Terlihat
di matanya memancarkan kesedihan, kesedihan yang membuat alunan
nyanyian itu sangat dihayati.
“Dimas, itu Merry nampilin buat kamu,” Gurau Ferdi yang duduk di sebelahku.
“Apaan sih, dia tampil buat teman-temannya kali,” Tuturku dengan sedikit kesal.
Beberapa jam kemudian, akhirnya acara itu selesai juga. Disusul
dengan sesi pengambilan buku album dan kalung yang dibanduli gambar logo
SMP-ku. Setelah aku mendapatkannya, mataku celingak-celinguk lirik
kanan lirik kiri. Namun, Merry tidak juga menampakkan paras anggunnya.
Sebenarnya, aku ingin memberikan buku harianku. Karena, waktu itu aku
sudah berjanji akan menyerahkan buku harianku sesudah acara perpisahan
sebagai kenangan. Tetapi dia sepertinya sudah pulang duluan. Aku
bertanya-tanya pada teman-temannya.
“Dewi, tahu Merry nggak?” Tanyaku sembari celingak-celinguk.
“Nggak tahu. Kayaknya dia udah pulang dulan,” Jawabnya sambil menikmati snack.
“Ya sudah, makasih yaaa,”
Aku kembali mencari Merry, tapi sepertinya apa yang dikatakan Dewi
benar. Merry sudah pulang. Jadi aku menitipkan buku harianku pada Dewi
teman sekelasnya. Acara pun mulai sepi, siswa-siswi sudah pada pulang.
Sedangkan sisanya lagi pose-pose untuk kenang-kenangan. Aku pun
bergabung dengan mereka dan ikut berpose. Hari sudah semakin sore,
cahaya ufuk di barat pun sudah mulai menjingga. Aku bergegas pulang
dengan membawa seberkas kenangan untuk hari ini dan membuka lembaran
baru untuk hari esok. Usai siang malam pun tiba. Seperti biasa aku
menikmatinya di kesendirianku bersamaan dengan kisah hatiku. Pikiranku
melayang ketika membayangkan Merry, aku pun mencoba SMS ke dia.
“Assalamualaikum. Bagaimana acara tadi? Seru kan?” Kirim SMS-ku ke Merry.
“Waalaikumsalam. Iya seru, tapi sedih juga sih, bahkan sedihnya dua kali lipat,” Jawabnya dari seberang.
“Emang selain sedih berpisah dengan sahabat, sedih kenapa lagi?” Tanyaku.
“Ada deh,” Jawab Merry singkat.
“Oh iyah, buku harianku aku titipkan ke Dewi. Soalnya waktu siang aku
cari-cari kamu tapi nggak ketemu juga. Jadi, aku titipkan saja ke
Dewi,” Jawabku dengan semangat mengetik SMS-nya.
“Ya sudah, makasih yaah. Terima kasih juga sudah mengisi hari-hariku.
Aku akan menyimpan buku harian itu sebagai kenangan untuk melengkapi
album kenanganku. Semoga kamu bisa masuk ke SMA yang kamu inginkan,”
“Iya sama-sama. Terima kasih juga sudah mau menyimpan buku harianku dengan baik. Salam rindu untuk yang terkenang,” Tutupku.
Merry tidak lagi membalas SMS-ku. Sedangkan, aku masih duduk di depan
halaman rumah menikmati rembulan malam. Membayangkan kisah dulu dan
memikirkan rencana untuk masa yang akan datang. Karena hari esok adalah
langkah yang harus ku lakukan untuk membuka lembaran baru di awal
masa-masa kedewasaan yaitu SMA. Akan tetapi, walaupun aku akan membuka
lembaran baru. Merry akan selalu terukir di hatiku, sekali pun lembaran
baru itu berkali-kali aku buat. Namanya akan selalu terukir duluan di
setiap lembaran barunya untuk memulai cerita selanjutnya. Dan untuk
sahabat, semoga perpisahan ini bukanlah akhir dari segalanya. Walaupun
sekolah kita berbeda, aku berharap kita akan selalu bersama untuk
mewarnai kenangan yang lebih indah dari kenangan-kenangan sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar